Membangun kecerdasan secara Intelektual, Emosional dan Spiritual



Membangun kecerdasan secara Intelektual, Emosional dan Spiritual
irhamna82@yahoo.com


Pendahuluan
Semua orang pasti sepakat bahwa untuk menggapai kesuksesan harus memiliki “kecerdasan”. Tetapi seringkali kecerdasan yang dimaksudkan adalah kecerdasan intelektual (Intelectual/Intelegency Quotient-IQ) saja. IQ dianggap sebagai barometer kecerdasan bahkan kesuksesan seseorang sehingga tes IQ sering digunakan sebagai alat untuk menyeleksi calon siswa atau menyeleksi calon karyawan. Baru pada awal tahun 1990-an anggapan itu mulai bergeser setelah terbit buku tentang Kecerdasan Emosional (Emotional Intellegence-EI) yang ditulis oleh Daniel Goleman yang menjelaskan bahwa skor IQ yang tinggi belum cukup untuk menjamin kesuksesan seseorang dalam dunia kerja tetapi diperlukan kecerdasan emosional (Emotional Quotient-EQ) untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan kemanusiaan. Dari penelitian Goleman diungkapkan bahwa karyawan yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, meskipun IQ-nya tidak terlalu tinggi, dapat meraih kesuksesan dalam dunia kerja.
Disaat EQ masih hangat dalam pembicaraan para ahli atau praktisi, pada awal tahun 2000-an, Danah Zohar dan Ian Marshal mengungkapkan ada kecerdasan lain yang lebih paripurna yaitu Spiritual Quotient (SQ). Mereka merangkum berbagai penelitian sekaligus menyajikan model SQ sebagai kecerdasan paripurna (Ultimate Intellegence). SQ adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menarik makna dari setiap kejadian yang dialaminya. Seseorang dapat mencapai kesuksesan dengan IQ dan EQ, tetapi ia akan mengalami kehampaan dalam hidupnya kalau tanpa memiliki SQ. Secara neurobiologis, baik IQ, EQ dan SQ memiliki struktur biologisnya. IQ dalam otak besar, EQ dalam otak bagian dalam (otak kecil), sedangkan SQ terletak pada sebuah titik yang disebut titik Tuhan (God Spot) yang terletak di bagian kanan depan. God spot ini akan terlihat lebih terang jika seseorang sedang menjalani aktivitas spiritual. Akan tetapi, SQ yang dikenalkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshal belum menyentuh aspek ketuhanan dalam kaitannya dengan nilai-nilai agama. Aktivitas spiritual tersebut dapat juga dilakukan oleh seorang Atheis dalam bentuk kontemplasi atau perenungan tentang makna hidup atau sering juga disebut meditasi. Pada tahun 2001, Ary Ginanjar Agustian memberikan sentuhan spiritualitas Islam pada IQ, EQ, dan SQ dalam bukunya, “Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 rukun Islam”. Ary Ginanjar Agustian menyatakan bahwa IQ baru sebagai syarat perlu tetapi tidak cukup untuk meraih kesuksesan. Sementara EQ yang dipahami hanya sebatas hubungan antar manusia. Sementara SQ sering dipahami sebagai sikap menghindar dari kehidupan dunia. Hal ini mengakibatkan lahirnya manusia yang berorientasi pada dunia dan di sisi lain ada manusia yang lari dari permasalahan dunia untuk menemukan kehidupan yang damai. Dalam Islam kehidupan dunia dan akhirat harus terintegrasi dalam pikiran, sikap dan prilaku seorang muslim.
Dari sinilah muncul pemikiran bahwa pendidikan harus mampu menyentuh IQ, EQ dan SQ dalam satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, pendidikan yang ada sekarang masih memiliki kecenderungan pada IQ sehingga perlu diimbangi pula dengan pendidikan EQ dan SQ. Hal ini semestinya berlaku pada setiap jenjang pendidikan tidak terkecuali pendidikan di perguruan tinggi.
Dengan latar belakang tersebut, maka tulisan ini memiliki fokus yaitu bagaimana membina mahasiswa agar memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual untuk menunjang kesusksesan di masa depan. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai pengertian IQ, EQ dan SQ, hubungan antara ketiganya, pengaruhnya terhadap kesuksesan seseorang dalam hal ini mahasiswa, serta model pembinaan yang dapat dilakukan yang didasarkan pada IQ, EQ dan SQ yang memiliki nilai-nilai Islam.




Pengertian IQ, EQ dan SQ
Intellegency Quotient (IQ)
Dalam Armansyah (2002) dinyatakan bahwa IQ merupakan kecerdasan seseorang yang dibawa sejak lahir dan pengaruh didikan dan pengalaman (Toha, 2000). IQ adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental (Robin, 1996). Unsur-unsur yang terdapat di dalam IQ adalah: kecerdasan numeris, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, ingatan (Robin, 1996).Menurut David Wechsler (Armansyah, 2002), inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.


Emotional Quotient (EQ)
Emotional Quotient (EQ) merupakan kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya serta kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi (Cooper dan Sawaf, dalam Armansyah, 2002). Peter Salovey dan Jack Mayer (dalam Armansyah, 2002) mendefenisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.Goleman (Armansyah, 2002) mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut. Ia menyebutnya dengan istilah kecerdasan emosional dan mengkaitkannya dengan kemampuan untuk mengelola perasaan, yakni kemampuan untuk mempersepsi situasi, bertindak sesuai dengan persepsi tersebut, kemampuan untuk berempati, dan lain-lain. Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif.Penelitian tentang EQ dengan menggunakan instrumen BarOn EQ-i membagi EQ ke dalam lima skala: Skala intrapersonal: penghargaan diri, emosional kesadaran diri, ketegasan, kebebasan, aktualisasi diri; Skala interpersonal: empati, pertanggungjawaban sosial, hubungan interpersonal; Skala kemampuan penyesuaian diri: tes kenyataan, flexibilitas, pemecahan masalah; Skala manajemen stress: daya tahan stress, kontrol impuls (gerak hati); Skala suasana hati umum: optimisme, kebahagiaan (Stein dan Book, dalam Armansyah, 2002). Spiritual Quotient (SQ)Spiritual Quotient (SQ) adalah aspek konteks nilai sebagai suatu bagian dari proses berpikir/berkecerdasan dalam hidup yang bermakna Zohar dan Marshal, dalam Armansyah, 2002). Indikasi-indikasi kecerdasan spiritual ini dalam pandangan Danah Zohar dan Ian Marshal meliputi kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel dan adaptif, cenderung untuk memandang sesuatu secara holistik, serta berkecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya, dan lain-lain.Bagi Danah Zohar dan Ian Marshal spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab menurutnya seorang humanis ataupun atheis pun dapat memiliki spiritualitas tinggi. Hal ini berbeda dengan pandangan Ary Ginanjar Agustian (2001) bahwa penemuan tentang SQ ini justru telah membuktikan kebenaran agama Islam tentang konsep fitrah sebagai pusat spiritualitas. Dalam kajian Zohar dan Marshal, pusat spiritualitas secara neuro-biologis disebut God Spot yang terletak pada bagian kanan depan otak. God Spot ini akan bersinar saat terjadi aktivitas spiritual. Dalam konsep Islam, God Spot itu diasosiakan dengan nurani, mata hati atau fitrah. Fitrah adalah pusat pengendali kebenaran yang secara built-in ada pada diri manusia yang dihunjamkan oleh Allah SWT pada jiwa manusia pada saat perjanjian primordial (QS. al-A’raf : 179).


Hubungan IQ, EQ dan SQ
IQ vs EQ
Dalam kurun waktu yang lama IQ sering dijadikan patokan standar kualitas manusia. Skor IQ yang tinggi berarti memiliki kecerdasan yang baik dan dapat meraih kesuksesan dengan baik pula. Walapun skor IQ memiliki teknik penilainnya sendiri, IQ sering juga dikaitkan dengan nilai akademik seperti ranking prestasi siswa, indek prestasi kumulatif (IPK) mahasiswa atau skor tes potensi akademik (TPA). Anggapan ini sering mengelabui para guru, orang tua atau pihak lain yang berkepentingan dalam dunia pendidikan. Guru selalu bersusah payah untuk meningkatkan nilai rata-rata siswa, perguruan tinggi menjadikan IPK sebagai standar prestasi para lulusan dan TPA sering dijadikan standar tes seleksi masuk sebuah perguruan tinggi atau perusahaan. Memang IQ sangat berperan penting bagi setiap orang dalam menggapai kesuksesan. Tetapi, jika IQ menjadi tolak ukur satu-satunya, maka akan melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual tetapi tidak punya nurani. Bahkan cenderung membentuk manusia-manusia robot yang menjalankan tugas secara rasional dan teknis tanpa mempertimbangkan aspek emosional. IQ adalah syarat perlu bagi setiap orang tetapi tidak mencukupi untuk dijadikan faktor kesuksesan seseorang. Sementara itu, seringkali kita mendapatkan seseorang yang memiliki nilai akademik tidak terlalu baik tetapi memiliki prestasi yang meyakinkan di perusahaannya. IQ yang diberi sentuhan EQ, meliputi sikap empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat, akan menjadi kekuatan seseorang dalam menyelesaikan masalah dengan pertimbangan aspek emosional. Bagi seorang manajer keterpaduan antara IQ dan EQ mutlak diperlukan. Bagi para mahasiswa, aktif dalam organisasi kemahasiswaan adalah sarana untuk mengasah EQ mahasiswa, sementara IQ-nya diasah dalam aktivitas akdemik di ruang kuliah. Karena kita masih mendapatkan orientasi pendidikan di perguruan tinggi masih mengunggulkan pencapaian akademik (IQ) sementara peningkatan EQ masih bersifat informal.


EQ vs SQ
Pencapaian kesuksesan dengan mengandalkan IQ dan EQ akan sampai pada suatu titik dimana kebermaknaan dalam kehidupan ternyata belum tersentuh. Seringkali para manajer yang dianggap sukses seringkali bermasalah dengan makna hidup. Ada ruang yang hampa dalam diri seseorang ketika telah mencapai kesuksesan. Kecenderungan yang terjadi adalah manusia modern yang matrealistik mencari suasana yang sunyi dalam bentuk kontemplatif atau meditasi. Mereka mendambakan kesunyian dalam hidup setelah beberapa lama bergelut dengan aktivitas yang padat. Kesadaran dan kemampuan yang tumbuh dari dalam (internal) untuk menemukan makna hidup disebut Spiritual Quotient (SQ). SQ telah menjadi semacam alternatif pemecahan masalah atas kebisingan dan hiruk pikuk aktivitas manusia yang miskin makna. Orientasi kebendaan beralih menjadi orientasi ruhani.


ESQ Way 165®
Menurut Ary Ginanjar Agustian (2001), EQ yang dimaksud dalam literatur barat masih seputar hubungan antara manusia. Sementara SQ, terutama menurut pandangan Danah Zohar dan Ian Marshal, tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab seorang humanis ataupun atheis pun dapat memiliki spiritualitas tinggi. EQ dan SQ dalam kajian tersebut bahkan tidak terjadi sinkronisasi. Padahal, antara IQ, EQ dan SQ harus dikaji secara holistik integratif sehingga akan menjadi suatu kecerdasan yang sempurna. Kalau setiap kecerdasan tidak menyatu, maka akan terjadi standar ganda, yaitu suatu sikap yang membagi waktu dalam hidup untuk kegiatan spiritual dan non spiritual, hari ini untuk bekerja dan esok untuk beribadah. Hal ini bertentangan dengan prinsip dalam Islam bahwa seluruh pola pikir, rasa dan tindak adalah ibadah (spiritual).
ESQ yang dikonsepkan oleh Ary Ginanjar Agustian (2001) adalah IQ, EQ dan SQ dalam satu kesatuan pada prinsip ke-Ilahi-an yang dibangun melalui 6 prinsip yang berdasarkan rukun Iman dan 5 strategi berdasarkan rukun Islam. Berbagai penelitian tentang EQ dan SQ justru semakin menegaskan kemulian Islam yang sangat jelas memiliki konsep IQ, EQ dan SQ yang lebih sempurna. Model yang disajikan oleh Ary Ginanjar Agustian adalah model ESQ Way 165®. Formasi ESQ Model ini dibentuk dan diilhami oleh mekanisme gerakan berputar (thawaf) alam semesta raya ini (makrokosmos) dan gerakan berputar elektron dan inti atom (mikrokosmos). Begitu pula pada dimensi fisik dan dimensi emosi yang mengorbit kepada dimensi spiritual, maka disebut sebagai spiritualkosmos.ESQ Model adalah sebuah model untuk membangun dan mengasah Kecerdasan Spiritual dan Emosional. Aktivitas fisik (IQ) dibimbing, diarahkan dan dikendalikan oleh 5 langkah bersumber pada nilai Rukun Islam (The Principle of Islam). Kecerdasan Emosi (EQ) dibentuk dan dibangun oleh 6 prinsip yang bersumber dari nilai Rukun Iman (The Principle of Faith). Kecerdasan Spiritual (SQ) berisi suara hati Ilahiah (Fitrah) bersumber dari percikan Asmaa’ul-Husna yang bersifat Universal. Seluruh gerakan ber-Thawaf mengelilingi titik Tuhan (God Spot) seperti gerakan alam semesta (Ihsan).
Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual
Sejak awal terbitnya buku tentang ESQ yang ditulis oleh Ary Ginanjar Agustian, penulis menaruh apresiasi terhadap konsep-konsep yang disajikan olehnya. Model ESQ Way 165® menambah khajanah intelektual Islam untuk merespon perkembangan ilmu penegatahuan barat tetapi dengan cara yang ilmiah pula yang bercirikan pada prinsip-prinsip Islam yang generik. Oleh karena itu, pada makalah ini yang menjadi model untuk membangun kecerdasan emosi dan spiritual adalah model ESQ Way 165®. Model tersebut menyajikan langkah-langkah dalam upaya membangun dan memelihara ESQ, yaitu :
Langkah
Lakukan
Jernihkan hati (Zero Mind Process)
Hidupkan Cahaya Hati (God Spot)
Bangun Mental (Mental Building)
Bangun Ketangguhan Pribadi (Personal Strength)
Bangun Ketangguhan Sosial (Social Strength)
Istighfar
Dzikir Asmaul Husna
Tasbih, Tahmid, Tahlil, & Takbir
Syahadat, Shalat dan Puasa Zakat dan Haji
Penjernihan hati (Zero Mind Process)
God Spot, suara hati, atau fitrah adalah barometer kebenaran yang mengendalikan aktivitas pikir, sikap dan prilaku manusia. Fitrah akan menjaga manusia untuk selalu berada pada koridor kebenaran. Akan tetapi, karena pengaruh eksternal fitrah dapat terbelenggu oleh noda-noda sehingga tidak dapat mengukur kebenaran dengan baik. Pada dasarnya fitrah adalah cerminan dari Asmaul Husna. Dalam kondisi yang suci fitrah akan membenarkan/membisikan sesuatu kebenaran apa adanya yang bersandar kepada Asmaul Husna. Ketika seseorang melihat seorang anak kecil yang meminta-minta maka pada dirinya akan timbul rasa belas kasih sebagai cerminan sifat Rahman dan Rahim Allah SWT. Fitrah setiap manusia akan memiliki sifat seperti itu. Hal-hal yang dapat menutupi kesucian fitrah adalah : prasangka, prinsip-prinsip hidup, pengalaman, kepentingan dan prioritas, sudut pandang, pembanding dan literatur. Perjernihan hati (Zero Mind Process) adalah upaya membersihkan nurani atau fitrah (hati) dari ketujuh aspek tersebut.
Menghidupkan Cahaya Hati (God Spot)
Tahap Zero Mind Process lebih ke arah pengobatan nurani/pembersihan hati, sementara pada tahap ini, kita cenderung aktif dalam memfungsikan fitrah sebagai radar kebenaran. Pembersihan hati dapat dilakukan dengan istigfar secara pikiran, lisan dan perbuatan, sedangkan menghidupkan cahaya hati melalui dzikir Asmaul Husna yang tercermin dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak.
Membangun Mental (Mental Building)
Pembangunan mental dilakukan untuk memperkuat pondasi hidup yang kuat yang berlandaskan pada 6 prinsip dari rukun Iman. Berikut ini adalah 6 prinsip untuk membangun mental beserta karakter-karakter yang dapat dikembangkan.
1. Prinsip Bintang (Star Principle) – Iman kepada Allah SWT
a. Rasa aman
b. Kepercayaan diri
c. Integritas
d. Kebijaksanaan
f Motivasi
2. Prinsip Malaikat (Angel Principlei) – Iman kepada para Malaikat
a. Loyalitas
b. Komitmen
c. Kebiasaan memberi dan mengawali
d. Kebiasaan menolong
f. Saling percaya
3. Prinsip Kepemimpinan (Leadership Principle) – Iman kepada para Rasul
a. Pemimpin yang dicintai
b. Pemimpin yang dipercaya
c. Pembimbing
d. Pemimpin yang berkepribadian
f. Pemimpin yang abadi
4. Prinsip Pembelajaran (Learning Principle) – Iman kepada Kitab-kitab Allah
a. Kebiasaan membaca buku dan situasi
b.Kebiasaan berpikir kritis
c. Kebiasaan mengevaluasi
d. Kebiasaan menyempurnakan
e. Memiliki pedoman
5. Prinsip Masa Depan (Vision Principle) – Iman kepada Hari Akhir
a. Ketenangan batiniah
b. Jaminan masa depan
c. Kendali diri dan sosial
d. Optimalisasi upaya
e. Berorientasi tujuan
6. Prinsip Keteraturan (Well Organized Principle) – Iman kepada Qada dan Qodar
a. Orientasi pemeliharaan sistem – menjaga sinergi
b. Orientasi pembentukan sistem – prinsip sinergi
c. Pemahaman arti proses
d. Kepastian hukum sosial
e. Kepastian hokum alam
Membangun Ketangguhan Pribadi (Personal Strength)
Orang yang telah memiliki ketangguhan pribadi adalah orang yang telah berpegang teguh pada 6 prinsip pembangunan mental (mental building). Dalam pelaksanaannya, untuk membangun pribadi tangguh ada tiga langkah sukses yaitu :
1. Penetapan Misi (Mission Statement) – Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat
a. Membangun misi kehidupan
b. Membulatkan tegad
c. Membangun visi
d. Menciptakan wawasan
e. Transformasi visi
f. Komitmen total
2. Pembangunan karakter (Character building) – Ibadah Sholat
a. Relaksasi
b. Membangun kekuatan afirmasi
c. Meningkatkan ESQ
d. Membangun pengalaman positif
f. Pembangkit dan penyeimbang energi bathiniyyah
g. Pengasahan prinsip
3. Pengendalian diri (Self Controlling) – Ibadah Shaum
a. Meraih kemerdekaan sejati
b. Memelihara fitrah
c. Mengendalikan suasana hati
d. Meningkatkan kecakapan emosi secara fisiologis
e. Pengendalian prinsip
Membangun Ketangguhan Sosial (Social Strength)
Sementara 3 rukun Islam yang pertama yaitu membaca 2 kalimat syahadat, ibadah sholat dan shaum dapat membangun ketangguhan pribadi, maka ibadah zakat dan ibadah haji dapat membangun ketangguhan sosial. Berikut ini adalah 2 langkah sukses membangun ketangguhan sosial.
1. Sinergi (Strategic Collaboration) – Ibadah zakat
a. Investasi kepercayaan
b. Investasi komitmen
c. Membangun landasan koperatif
d. Investasi kredibilitas
e. Investasi keterbukaan, empati, dan kompromi
2. Aplikasi Total (Total action)
a. Langkah zero mind – Ihrom
b. Pengasahan komitmen dan integritas – Thawaf
c. Pengasahan Adversity Quotient (AQ) – Sa’i
d. Evaluasi dan visualisasi - - Wuquf
e. Hadapi tantangan – Lontar jumroh
f. Sinergikan – Jamaah haji


Pustaka
Agustian, Ary Ginanjar. (2001). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta : Penerbit Arga.
Armansyah.(2002).”Intelegency Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritual Quotient dalam Membentuk Prilaku Kerja”. Jurnal Manajemen dan Bisnis. 02, (01), 23-32.
Zohar, Danah dan Marshal, Ian. (2000). SQ : Spiritual Intelligence the Ultimate Intelligence. London : Bloomsbury.

MP3 GRATIS DAN LENGKAP



Mau downlond lagu-lagu mp3 terbaru dari band-band indonesia? gampang...
coba saja klik klik di sini...
semuanya lengkap dan yang jelas gratis... buruan